Kesehatan Lingkungan Sekolah, Kesehatan Lingkungan Masyarakat,  Kesehatan Lingkungan Kerja, Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Kesehatan  Lingkungan Hidup, Kesehatan Lingkungan Pemukiman, Kesehatan Lingkungan  ppt, Kesehatan Lingkungan Industri, Kesehatan Lingkungan Puskesmas

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit (Bag 5)

Pengukuran Parameter Kualitas Udara dalam Ruangan

Parameter yang harus dipantau untuk mengukur standard baku mutu kualitas udara dalam ruangan Rumah Sakit antara lain meliputi kualitas fisik, kimia, dan mikrobiologi.

1. Pengukuran Kualitas Lingkungan Fisik

a. Pengukuran kelembaban udara menggunakan Hygrometer.

b. Pengukuran suhu udara menggunakan Thermometer.

air-pollution-appendicitis

2. Pengambilan sampel kimia gas

  • Pengambilan sampel gas: HC, CO, Ether menggunakan Plastic Bag.a.
  • Pengukuran debu total Total Suspended Partikulate (TSP) menggunakan Low Volume Air Sampler (LVS).
  • Pengambilan sampel gas: H2S, NH3 , SO2 , Ozone, NO2 menggunakan Impinger Gas Sampler.

3. Pengambilan sampel mikrobiologi

Sampling mikrobiologis udara dapat diperoleh dengan menggunakan metode settling plates (peletakan lempeng agar) dan metode mekanik Volumetric Air Sampling (Mertaniasih dkk (2004)

  • Metode settling plates. Prinsip metod eini pada peletakan lempeng agar dalam petri diameter 100 mm yang terbuka akan menampung pengendapan partikel mikroba udara sekitar 1 m3 selama terpapar 15 menit, menggunakan media sampling standar brain heart infussion agar atau trypticase soy agar. Metode ini mudah dan tidak mahal tapi hasilnya tidak betul- betul kuantitatif.
  • Metode Volumetric Air Sampling merupakan metode kuantitatif yang lebih tepat, karena partikel udara yang lebih kecil (3 mm) dengan kondisi kelembaban udara akan tetap tersuspensi di udara, tidak turun mengendap di permukaan suatu lempeng agar tetapi dengan metode high- velocity- volumetric air sampling, partikel kecil di udara dapat ditarik dengan kecepatan tinggi ke dalam saluran alat oleh karena suatu pompa (vacuum pump). Selain itu keuntungan pada partikel ukuran besar yang umumnya di udara rumah sakit, rerata 10- 15 mm, dapat ditarik masuk ke dalam media cair (collection fluid) dan terjadi gelembung- gelembung udara yang dapat memecahkan partikel besar sehingga semua kandungan sel- sel mikroba yang hidup akan terpencar dan merata menimpa, menempel pada permukaan lempeng agar yang mengandung nutrisi (brain heart infussion agar atau trypticase soy agar atau Mueller Hinton Agar dan Saboroud Glucosa Agar), sehingga merefleksi jumlah total mikroba di dalam udara per satuan m3. Sedangkan untuk random sampling udara yang akurat dan sering dilakukan menggunakan metode slit sampling atau centrifugal sampling atau staged sampling. Kecepatan aliran udara harus dikalibrasi dengan tepat untuk menjamin hasil yang akurat.

Cara Pengambilan Sampel Udara Ruangan

Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1335/ Menkes/ SK/ X/ 2002 tentang standar operasional pengambilan dan pengukuran sampel kualitas udara ruangan di rumah sakit, cara pengambilan sampel udara ruangan adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan sampel mikrobiologi udara

  • Waktu pengambilan sampel udara adalah setelah proses sterilisasi dan pembersihan ruangan.
  • Lakukan uji fungsi alat microbiology air sampler yang digunakan untuk mengambil sampel udara.
  • Lepas kipas dan pelindungnya lalu bungkus dengan kertas, sterilkan dalam autoclave dengan suhu 12 1°C selama 15 menit atau dengan sterilisasi kering dengan suhu 70°C selama 1 jam.
  • Badan alat didesinfeksi dengan menggunakan alcohol 70 % atau desinfektan lainnya.
  • Pasang battey pada alat atau adaptor
  • Pasang kembali kipas dan pelindung pada badan alat.
  • Atur waktu sesuai dengan lama pengambilan sampel yang direncanakan yaitu 4 menit.
  • Pasang alat pada piring penyangga / tripod
  • Siapkan agar strip (media agar)
  • Tempatkan alat pada titik pengambilan sampel.
  • Lepaskan media agar strip dari kemasannya dan segera pasangkan pada tempatnya (pelindung kipas) dengan posisi permukaan agar strip mengarah kipas.
  • Hidupkan alat.
  • Tekan tombol start pada remote starter (jarak pengukur dengan alat minimal 3 meter) tinggalkan ruangan apabila alat sedang beroperasi.
  • Alat akan berhenti secara otomatis sesuai dengan pengaturan waktu.
  • Pengukur segera masuk dan mematikan alat.
  • Lepaskan media agar strip dari tempatnya dan masukkan kembali pada kemasannya, tutup rapat dan disegel.
  • Beri keterangan atau label seperlunya antara lain: waktu pengambilan, lokasi/ tempat, lama pengambilan sampel, dan nama pengukur.
  • Amankan agar strip dengan cara: lapisi agar strip dengan aluminium foil, simpan pada cool box (kotak pendingin ) dengan suhu 4- 10 ºC
  • Masukkan agar strip pada incubator dengan suhu 30- 35 ºC dan selama 24 jam (bila 24 jam tidak ada pertumbuhan kuman, pembiakan 24 jam lagi).
  • Setelah waktu pembiakan kuman selesai, jumlah koloni kuman yang tumbuh dihitung dengan menggunakan colony counter.

2. Pengukuran kualitas fisik udara

  • Pengukuran suhu
  • Pengukuran dilakukan dengan menggunakan thermometer yang dipaparkan pada ruangan sampai menunjukkan angka yang stabil.
  • Pengukuran kelembaban relatif, Pengukuran dilakukan dengan menggunakan hygrometer atau humidity meter yang dipaparkan pada ruangan sampai menunjukkan angka yang stabil.
  • Kecepatan aliran udara

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Kata termometer yang dipaparkan selama ± 15 menit pada ruang kerja.

»»  READMORE...

Kesehatan Lingkungan Adalah Merupakan Ilmu Preventif

Jurusan Kesehatan lingkungan yang ada di Politeknik Kesehatan dulunya dikenal Akademi Penilik Kesehatan (APK), kemudian berubah menjadi Pendidikan Ahli Madia Sanitasi Kesehatan Lingkungan (PAM-SKL), lalu menjadi Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL), kini AKL melebur menjadi Politeknik Kesehatan menjadi sebuah jurusan tersendiri. Sejauh ini, memang masih ada masyarakat yang belum mengetahui jika AKL telah menjadi jurusan di Poltekkes. “Masyarakat sudah kenal duluan dengan APK.

Kesehatan lingkungan merupakan ilmu preventif. “Sebab upaya ilmu itu berusaha menciptakan supaya orang tidak sakit. Kesehatan lingkungan memiliki lingkup tersendiri. “Jadi konsepnya juga bagaimana agar orang sehat itu tetap sehat. Karena itu aplikasi kesehatan lingkungan tidak serat merta dirasakan masyarakat. “Karena terkait dengan penataan lingkungan, berupa pengelolaan sanitasi dasar, contohnya pengolahan limbah rumah tangga, penyediaan air bersih , dan pembuangan tinja, pengelolaan sampah, sanitasi makanan dan minuman dll. Dari beberapa contoh itulah, serta hal lain terintegrasi menjadi satu kesatuan, sehingga menciptakan lingkungan yang sehat. Kalau semua itu sehat, maka otomatis tidak sakit.
Sekilas Tentang Jurusan Kesling

Kesehatan Lingkungan Sekolah,   Kesehatan Lingkungan Masyarakat,  Kesehatan Lingkungan Kerja, Kesehatan   Lingkungan Rumah Sakit, Kesehatan  Lingkungan Hidup, Kesehatan   Lingkungan Pemukiman, Kesehatan Lingkungan  ppt, Kesehatan Lingkungan   Industri, Kesehatan Lingkungan Puskesmas


Untuk diketahui, saat ini jurusan kesehatan lingkungan Poltekkes Makassar memiliki dua Prodi, yaitu Prodi D III dan Prodi D IV. Karena program diploma, Poltekkes tentu tetap mengedepankan praktikum. Makanya, untuk jurusan kesehatan lingkungan pun mahasiswanya memiliki kegiatan praktikum. Begitupun saat akan menyusun tugas akhir. “Tempat prakteknya bisa di rumah sakit, puskesmas, bahkan hingga restoran dan hotel. Kampus yang berlokasi di Jalan Wijaya Kusuma I No. 2 Makassar ini memiliki beberapa laboratorium untuk tempat praktik mahasiswa. “Ada labor kimia, komputer, termasuk bengkel kerja.

Alumninya sudah bertebaran pada unit kerja, mulai puskesmas, Dinkes Kab./ Kota, Rumah Sakit, BTKL, Kesehatan Pelabuhan, Dinkes Provinsi, Dosen dll dan bahkan ada di PT. Inco.

by zaenab

»»  READMORE...

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit (Bag 4)

Desinfeksi dan sterilisasi di rumah sakit

Rumah sakit merupakan tempat dengan derajat kontaminasi yang cukup tinggi. Sumber kontaminasi utama di rumah sakit umumnya adalah manusia berupa limbah dari proses kehidupan seperti urine, tinja, semburan pernafasan, kelupasan kulit yang selalu diproduksi dan disebarkan. Disinfeksi dan sterilisasi berikut menggunakan acuan Depkes RI ((tahun 2002). DISINFEKSI

Terhadap kontaminan pokok itu, individu sakit akan menambah residu dan sekresi yang berasal dari jaringan yang sakit. Banyak kuman patogen yang berada dalam lingkungan inanimate, seperti jamur dan kuman patogen gram negatif maupun gram positif yang terbawa masuk ke dalam rumah sakit dan tersebar melalui kegiatan masyarakat di rumah sakit.

Kontaminasi dapat terjadi pada udara, peralatan, perlengkapan, personalia, air buangan dari pasien, dan secara rinci kemungkinan terjadinya kontaminasi adalah sebagai berikut:

Udara : Udara kering sebetulnya bukan tempat yang baik untuk kehidupan mikroorganisme. Berbeda halnya kalau ada uap air, udara dapat menjadi media penularan penyakit.

Air : Air dapat merupakan tempat pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme dan dapat berfungsi sebagai media penularan penyakit.

Ruangan dan bangunan : Dinding, plafon, lantai, saluran pembuangan, pintu, jendela yang tidak dibersihkan dan didesinfeksi mudah ditumbuhi jamur dan bakteri.

Perlengkapan atau peralatan : Hampir semua peralatan di rumah sakit dapat ditempati dan ditumbuhi mikroorganisme. Jenis dan jumlah mikroorganisme yang tumbuh tergantung pada sumber kontaminasi sebelumnya, kondisi nutrisi, dan temperatur lingkungan.

Personalia : Selama kegiatan di ruang aseptic bisa terjadi kontaminasi yang bersumber dari kulit, tangan, rambut, dan pernafasan petugas. Jumlah mikroorganisme akan meningkat bila terdapat luka- luka terbuka.

Pasien : Pasien yang telah terinfeksi merupakan sumber penularan bagi dirinya sendiri dari bagian satu ke bagian lainnya dari tubuhnya atau kepada pasien lain.

Pencegahan dan mitigasi kontaminasi mikroorganisme di rumah sakit umumnya dilakukan melalui dua tahapan prosedur, berupa dekontaminasi dan diikuti dengan desinfeksi atau sterilisasi tergantung pada tingkat bebas kuman yang dikehendaki.

Pengawasan dan pencegahan kontaminasi mikroorganisme di rumah sakit seharusnya dilaksanakan oleh semua rumah sakit. Keberhasilan usaha tersebut akan tercermin pada jenis dan jumlah mikroorganisme yang terdapat pada bahan, alat, dan lingkungan rumah sakit.

Desinfeksi

Desinfeksi diartikan sebagai proses menurunkan jumlah mikroorganisma penyebab penyakit atau yang berpotensi patogen dengan cara fisika atau kimiawi. Proses ini biasanya tidak termasuk menghancurkan spora.

Setiap proses desinfeksi harus selalu didahului dengan proses menghilangkan sebagian besar kuman yang terdapat pada permukaan benda dan sisa kuman yang sedikit akan lebih mudah dibunuh oleh zat bahan desinfektan.

Desinfeksi pada lingkungan rumah sakit dilakukan pada:

  1. Permukaan alat- alat kesehatan, misalnya: tombol- tombol alat kesehatan, alat- alat radiologi yang digunakan untuk arteriografi, alat- alat laboratorium yang digunakan untuk fungsi vena. Permukaan alat- alat yang terkontaminasi dengan darah, produk darah, atau cairan tubuh memerlukan proses desinfeksi tingkat menegah. Metode desinfeksi yang digunakan adalah dengan cairan senyawa chlorin, alcohol, glutaraldehid, hydrogen peroksida, formaldehid, senyawa phenol, dan yodium.
  2. Permukaan alat- alat rumah tangga, misalnya: dinding, lantai, tempat cuci tangan, permukaan meja. Kontaminasi dengan nanah, darah, produk darah, urine, cairan tubuh, dan tinja pada permukaan alat- alat rumah tangga perlu desinfeksi tingkat menengah. Metode desinfeksi yang digunakan sama dengan desinfeksi pada permukaan alat- alat kesehatan (Depkes RI, 2002).

Sterilisasi

Sterilisasi adalah suatu proses perlakuan terhadap bahan atau barang dimana pada akhir proses tidak dapat ditunjukkan adanya mikroorganisme hidup pada bahan atau barang tersebut (Depkes RI, 2002).

Kematian mikroorganisme ditentukan oleh daya tahan mikroorganisme terhadap teknik sterilisasi. Daya tahan ini tergantung pada jenis, jumlah, umur mikroorganisme, serta kondisi lingkungan proses sterilisasi. Sedangkan sterilisasi dengan teknik pemisahan mikroorganisme yang memerlukan penyaring dengan ukuran diameter saringan lebih kecil dari diameter mikroorganisme.

Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara:

  1. Pemanasan: pemanasan basah (dengan dimasak pada air mendidih, dengan menggunakan uap air pada suhu 100ºC, dengan uap air jenuh pada tekanan tinggi atau autoclave), dan panas kering (dengan pemijaran dan udara kering atau oven).
  2. Bahan kimia: gas etilen oksida, dan formaldehid.
  3. Penyinaran: sterilisasi dengan sinar UV, sinar Gama, sinar X dan sinar katoda.
  4. Penyaringan: dengan polimer selulose (MF Milipore, Poli hidrokarbon Teflon), dan High efficiency particular air (Hepa)- udara untuk ruangan aseptik juga disterilkan dengan cara penyaringan ini.

Untuk menjaga kualitas udara dapat digunakan antara lain dengan Aerosol: Glysein, resorcinol, dan triethilen glycol ; Saringan electron- presipator : serta Penggunaan lampu UV (Ultra Violet).

»»  READMORE...

Pentingnya Kesehatan Lingkungan Hidup

Oleh : Fatmah Afrianty Gobel (Dosen FKM UMI, Makassar)
Tanggal : Kamis, 25 Maret 2010

KAJIAN tentang implikasi Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap kondisi kesehatan lingkungan belum banyak dilakukan. Kebanyakan kajian dilakukan mengenai implikasi UU ini terhadap migas dan sumber daya alam (kajian ekonomi sumber daya) dan kajian ilmu lingkungan itu sendiri.

Kesehatan lingkungan sebagai bagian dari disiplin ilmu kesehatan masyarakat sebenarnya memiliki relevansi tersendiri dengan UU No. 32/2009. Mengutip Notoatmodjo (2003), kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudan status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut, antara lain mencakup penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (limbah), pembuangan kotoran manusia (tinja), dan sebagainya. Sementara usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimalkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup didalamnya.


Kesehatan Lingkungan Sekolah,  Kesehatan Lingkungan Masyarakat,  Kesehatan Lingkungan Kerja, Kesehatan  Lingkungan Rumah Sakit, Kesehatan  Lingkungan Hidup, Kesehatan  Lingkungan Pemukiman, Kesehatan Lingkungan  ppt, Kesehatan Lingkungan  Industri, Kesehatan Lingkungan Puskesmas

Dari segi keilmuan, ilmu kesehatan masyarakat sangat berhubungan erat dengan ilmu lingkungan, khususnya ilmu kesehatan lingkungan (environment health science) dengan obyek ilmu yang sama pada masalah pengolahan air limbah. Soeparman (2002) menyebutkan air limbah merupakan sisa dari hasil aktifitas yang dilakukan manusia sebagai makhluk hidup, individu maupun makhluk sosial. Kehidupan manusia yang dominan dan menentukan terjadinya perubahan dari berbagai aspek kehidupan, sedang lingkungannya dituntut untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh pembuangan sampah dan air limbah yang kurang baik serta lingkungan yang tidak sehat dan sanitasi yang kurang baik, di antaranya adalah: diare, demam berdarah, disentri, hepatitis A, kolera, tiphus, cacingan, dan malaria.

Dasar keilmuan kesehatan lingkungan adalah mengidentifikasi, mengukur, menganalisis, menilai, memprediksi bahaya berbagai pajanan di lingkungan, dan melakukan pengendalian dengan tujuan mencegah dan melindungi kesehatan masyarakat dan ekosistem. Ilmu kesehatan lingkungan mempelajari interaksi dinamis berbagai pajanan atau agen lingkungan (fisik, radiasi, kimia, biologi, dan perilaku) melalui wahana udara, air, limbah, makanan dan minuman, vektor atau binatang pembawa penyakit, dan manusia di lingkungan pemukiman, tempat kerja atau sekolah, tempat-tempat umum maupun perjalanan dengan risiko dampak kesehatan (kejadian penyakit) pada kelompok manusia atau masyarakat (FKM-UI, 2010).

Problematika Kesehatan Lingkungan
Pencemaran lingkungan sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia sendiri. Berdasarkan lingkungan yang mengalami pencemaran, secara garis besar pencemaran lingkungan dapat dikelompokkan menjadi pencemaran air, tanah, dan udara.

Pencemaran pada tanah dan air biasanya terjadi pada areal perairan seperti laut, sungai, danau, air tanah, dan seterusnya. Sementara pencemaran pada tanah adalah pencemaran yang terjadi pada wilayah daratan. Prevalensi pencemaran air dan tanah berlangsung sangat massif sehingga membuat daya dukung alam sudah tidak mampu mengembalikan pada kondisi sediakala. Karena itu alam kehilangan kemampuan untuk memurnikan pencemaran yang telah terjadi. Pencemaran yang dominan dan memperparah kondisi pengrusakan lingkungan adalah sampah dan zat seperti sampah plastik, deterjen, DDT (Dikloro Difenil Trikloroetana) yang semuanya tidak ramah lingkungan.

Faktor-faktor penyebab pencemaran lingkungan pada tanah adalah: pertama, sampah buangan manusia dari pemukiman penduduk; Kedua, zat kimia dari rumah penduduk, industri, pertanian, dan sebagainya; Ketiga, erosi karena curah hujan yang tinggi. Sementara penyebab pencemaran pada air umumnya karena akibat dari penggunaan zat kimia pemberantas hama DDT, utamanya di pedesaan. DDT banyak digunakan oleh petani untuk memberantas hama yang menyerang tanaman pertanian.

Akibat dari penggunaan DDT, banyak binatang dalam mata rantai makanan yang panjang akan terkena dampaknya. Proses mata rantai makanan dari satu hewan ke hewan lain yang mengakumulasi zat DDT akan ikut tercemar zat DTT, termasuk pada manusia. DDT yang telah masuk ke dalam tubuh kemudian larut dalam lemak, terakumulasi sepanjang waktu hingga mengakibatkan efek negatif.

Penggunaan DDT berdampak pada biological magnification (pembesaran biologis) pada organisme sehingga dapat merusak jaringan tubuh setiap makhluk hidup yang secara perlahan dapat menyebabkan penyakit kanker, dapat menimbulkan otot kejang hingga kelumpuhan, serta dapat menghambat proses pengapuran dinding telur pada hewan bertelur yang mengakibatkan telur itu tidak dapat menetas.

Sementara pencemaran udara terjadi bila pada lapisan udara mengandung unsur-unsur yang mengotori udara. Adapun bentuk pencemar udara berbagai macam jenisnya: ada yang berbentuk gas dan ada yang berbentuk partikel cair atau padat. Pencemar udara berbentuk gas adalah karbon monoksida, senyawa belerang (SO2 dan H2S), senyawa nitrogen (NO2), dan chloroflourocarbon (CFC). Pencemar udara berbentuk partikel cair titik-titik air atau kabut sedang yang berbentuk padat berupa debu atau abu vulkanik.

Secara teoritis, pencemaran udara dalam bentuk gas terjadi bila beberapa gas dengan jumlah melebihi batas toleransi lingkungan masuk ke lingkungan udara sehingga dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup. Misalnya kadar CO2 yang terlampau tinggi di udara dapat menyebabkan suhu udara di permukaan bumi meningkat dan dapat mengganggu sistem pernapasan. Kadar gas CO lebih dari 100 ppm di dalam darah dapat merusak sistem saraf dan dapat menimbulkan kematian. Gas SO2 dan H2S dapat bergabung dengan partikel air dan menyebabkan hujan asam. Keracunan NO2 dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan, kelumpuhan, dan kematian. Sementara itu, CFC dapat menyebabkan rusaknya lapian ozon di atmosfer. Partikel yang mencemari udara dapat berasal dari pembakaran bensin. Bensin yang digunakan dalam kendaraan bermotor biasanya dicampur dengan senyawa timbal agar pembakarannya cepat mesin berjalan lebih sempurna. Timbal akan bereaki dengan klor dan brom membentuk partikel PbClBr. Partikel tersebut akan dihamburkan oleh kendaraan melalui knalpot ke udara sehingga akan mencemari udara.

Sementara pencemaran udara yang berbentuk partikel cair berupa kabut dapat menyebabkan sesak napas jika terhiap ke dalam paru-paru. Bila dalam bentuk padat dapat berupa debu atau abu vulkanik merupakan sumber penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Selain debu dan abu vulkanik, partikel padat dapat juga berasal dari makhluk hidup, misalnya bakteri, spora, virus, serbuk sari, atau serangga-serangga yang telah mati.

Selain itu, masalah produk rekayasa genetik masih kontroversi di seluruh dunia karena baik ilmuwan, pemerintah maupun pengembang produk rekayasa genetik belum bisa memastikan keamanan dan efek negatifnya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Jadi masyarakat hanya ditekankan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam menggunakan dan mengonsumsi produk rekayasa genetik.
UU No. 32/2009 sebagai Solusi

Perkembangan baru dalam UU ini adalah pengaturan masalah rekayasa genetika, sebelumnya dalam UU Lingkungan Hidup yang lama (UU No. 23/1997) hanya menyebutkan jasad renik. Produk rekayasa genetik diatur dalam Pasal 69 dan Pasal 101. Dalam Pasal 69 ayat 1.g. menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan. Sedang pada Pasal 101 menyebutkan bahwa setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasan genetic dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun atau denda paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Dengan adanya pengaturan rekayasa genetik dalam UU, maka Departemen Kesehatan bersama Badan POM dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup dapat bekerjasama lintas departemen mengatur pelabelan produk rekayasa yang dijual bebas di pasar. Dengan demikian, masyarakat sebagai konsumen dapat membedakan produk yang mengandung GMO (Genetical Modified Organism).

Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan perlindungan lingkungan hidup dalam UU No. 32/2009 merupakan perkembangan bagus yang patut diapresiasi. Hal ini terlihat dalam Pasal 70 UU yang disahkan pada 3 Oktober 2009 tersebut. Dari segi pengawasan dan penegakan hukumnya, UU No. 32/2009 lebih ketat karena bukan hanya pelaku kejahatan lingkungan (biasanya pelaku usaha) yang bisa terjerat pidana tetapi juga pejabat negara yang bersangkutan. (*)

Sumber: http://www.mediaindonesia.com
»»  READMORE...

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit (Bag 3)

Kualitas Udara Ruang Rumah Sakit

Menurut Kepmenkes No.1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, standard kualitas udara ruang rumah sakit adalah sebagai berikut ini:

  1. Tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan amonia).
  2. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron dengan rata- rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 µg/ m3, dan tidak mengandung debu asbes.
  3. Indeks angka kuman untuk seiap ruang atau unit seperti tabel berikut:

Indeks angka kuman menurut fungsi ruang atau unit

No.

Ruang atau unit

Konsentrasi maksimum mikroorganisme per m3 udara (CFU/ m3)

1.

Operasi

10

2.

Bersalin

200

3

Pemulihan/perawatan

200-500

4.

Observasi bayi

200

5.

Perawatan bayi

200

6.

Perawatan premature

200

7.

ICU

200

Indeks angka kuman menurut fungsi ruang atau unit

No.

Ruang atau unit

Konsentrasi maksimum mikroorganisme per m3
udara (CFU/ m3)

8

Jenazah/ autopsi

200-500

9

Penginderaan medis

200

10

Laboratorium

200-500

11

Radiologi

200-500

12

Sterilisasi

200

13

Dapur

200-500

14

Gawat darurat

200

15

Administrasi, pertemuan

200-500

16

Ruang luka bakar

200

Sumber: Kepmenkes No.1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004

Indeks kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara ruang rumah sakit Konsentrasi gas dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum seperti dalam tabel berikut:

Indeks Kadar Gas dan Bahan Berbahaya dalam Udara Ruang Rumah Sakit

No.

Parameter kimiawi

Rata- rata waktu
pengukuran

Konsentrasi maksimal
sebagai standar

1.

Karbon monoksida (CO)

8 jam

10.000 jig/ m3

2.

Karbondioksida (CO2)

8 jam

1 ppm

3.

Timbal (Pb)

1 tahun

0,5 jig/ m3

4.

Nitrogen Dioksida (NO2)

1 jam

200 jig/ m3

5.

Radon (Rn)

-

4 pCi/ liter

6.

Sulfur dioksida (SO2)

24 jam

125 jig/ m3

7.

Formaldehida

30 menit

100 g/ m3

8.

Total senyawa organik

yang mudah menguap (T. VOC)

-

1 ppm

Pencahayaan

Indeks Pencahayaan menurut Jenis Ruangan atau Unit

No.

Ruangan atau Unit

Intensitas
Cahaya (Lux)

Keterangan

1.

Ruangan pasien – saat tidak tidur – saat tidur

100-200
maksimal 50

Warna cahaya sedang

2.

R. Operasi umum

300-500

3.

Meja operasi

10.000- 20.000

Warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan

4.

Anastesi, pemulihan

300-500

5.

Endoscopy

75- 100

6.

Sinar X

Minimal 60

No.

Ruangan atau Unit

Intensitas
Cahaya (Lux)

Keterangan

7.

Koridor, tangga, administrasi/ kantor, ruang cuci, toilet

Minimal 100

Tangga pada malam hari

8.

Ruang alat/ gudang, farmasi, dapur

Minimal 200

9.

Ruang isolasi khusus

penyakit tetanus

0,1- 0,5

Warna cahaya biru

10.

Ruang luka bakar

100-200

Penghawaan

Persyaratan penghawaan untuk masing- masing ruang atau unit seperti berikut:

  1. Ruang- ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang- ruang tersebut.
  2. Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit minimum 0,1 mbar) dibandingkan ruang- ruang lain di rumah sakit.
  3. Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban seperti dalam tabel berikut:

Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara menurut Fungsi Ruang atau Unit

No.

Ruang atau Unit

Suhu (0C)

Kelembaban
(%)

Tekanan

1.

Operasi

19-24

45-60

positif

2.

Bersalin

24-26

45-60

positif

3.

Pemulihan/ perawatan

22-24

45-60

seimbang

4.

Observasi bayi

2 1-24

45-60

seimbang

5.

Perawatan bayi

22-26

3 5-60

seimbang

6.

Perawatan premature

24-26

35-60

positif

7.

ICU

22-23

35-60

positif

8.

Jenazah/ Autopsi

2 1-24

-

negatif

9.

Penginderaan medis

19-24

45-60

seimbang

10.

Laboratorium

22-26

35-60

negatif

11.

Radiologi

22-26

45-60

seimbang

12.

Sterilisasi

22-30

35-60

negatif

13.

Dapur

22-30

35-60

seimbang

14.

Gawat darurat

19-24

45-60

positif

15.

Administrasi/ pertemuan

2 1-24

-

seimbang

Pedoman untuk parameter spesifik fisik udara dalam ruang

Parameter

Rentang untuk kualitas udara ruang
yang dapat diterima

Satuan

Suhu udara

22,5- 25,5

0C

Kelembaban udara

? 70

%

Gerakan udara (pada

kantor dalam wilayah kerja)

? 0,25

m/ det

Sumber : Guideline for Good Indoor Quality, 1996

»»  READMORE...

Penyehatan Pemukiman - Kesehatan Lingkungan Pemukiman

Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang sangat penting bagi kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun didalamnya terkandung arti yang penting sebagai tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan sejahtera. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Untuk menciptakan rumah sehat maka diperlukan perhatian terhadap beberapa aspek yang sangat berpengaruh, antara lain: rumah-sehat1

1. Sirkulasi udara yang baik.

2. Penerangan yang cukup.

3. Air bersih terpenuhi.

4. Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran.

5. Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara kotor.

Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut:

1. Bahan Bangunan

a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut :

· Debu Total tidak lebih dari 150 µg m3

· Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam

· Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruang rumah

Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut:

a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan

b. Dinding

· Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara

· Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan

c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan

d. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus­ dilengkapi dengan penangkal petir

e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi dan ruang bermain anak.

f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.

3. Pencahayaan

Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

4. Kualitas Udara

Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :

a. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C

b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%

c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam

d. Pertukaran udara

e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam

f. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3

5. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi a1amiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

6. Binatang penular penyakit

Tidak ada tikus bersarang di rumah.

7. Air

a. Tersedia air bersih dengan kapasitas minmal 60 lt/hari/orang

b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Tersediannya sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene.

9. Limbah

a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.

b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.

10. Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.

Masalah perumahan telah diatur dalam Undang-Undang pemerintahan tentang perumahan dan pemukiman No.4/l992 bab III pasal 5 ayat l yang berbunyi “Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dan lingkungan yang sehat, aman , serasi, dan teratur”

Bila dikaji lebih lanjut maka sudah sewajarnya seluruh lapisan masyarakat menempati rumah yang sehat dan layak huni. Rumah tidak cukup hanya sebagai tempat tinggal dan berlindung dari panas cuaca dan hujan, Rumah harus mempunyai fungsi sebagai :

1. Mencegah terjadinya penyakit

2. Mencegah terjadinya kecelakaan

3. Aman dan nyaman bagi penghuninya

4. Penurunan ketegangan jiwa dan sosial

Sumber:

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 Menkes SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan

Ditjen P2MPLM, Petunjuk Tentang Perumahan dan Lingkungan Serta Penggunaan Kartu Rumah, 1995.
»»  READMORE...

Kesehatan Lingkungan PPT Berbentuk Modul Gratis

PERENCANAAN PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2006 ( PPT : 233 ...

Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat; dan peningkatan pendidikan kesehatan ...
Setjen.ppt - Books perencanaan pembangunan kesehatan tahun 2006

Ditjen-BinaKesmas.ppt - PowerPoint Presentation

Intervensi kesehatan masyarakat mencakup: Intervensi prilaku; Intervensi lingkungan; Intervensi managemen. POKOK PROGRAM KESMAS. MASALAH. KESEHATAN ...
Ditjen-BinaKesmas.ppt - Books ditjen binakesmas powerpoint presentation

manajemen kesehatan komunitas - PowerPoint Presentation

Faktor sosial ekonomi; Gaya hidup dan perilaku masyarakat; Lingkungan masyarakat ; Yang berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan ...
manajemen-kesehatan-komunitas.ppt - Books manajemen kesehatan komunitas powerpoint presentation

Kesehatan Lingkungan Sekolah, Kesehatan Lingkungan Masyarakat, Kesehatan Lingkungan Kerja, Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Kesehatan Lingkungan Hidup, Kesehatan Lingkungan Pemukiman, Kesehatan Lingkungan ppt, Kesehatan Lingkungan Industri, Kesehatan Lingkungan Puskesmas

PHBS - PowerPoint Presentation

ASPEK APA SAJA YANG DIANGGAP PENTING DALAM KESEHATAN LINGKUNGAN. ADA 3 ASPEK PENTING. Lingkungan; Perilaku; Kesehatan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ...
PHBS.ppt - Books phbs powerpoint presentation

REKAYASA LINGKUNGAN S0104

Pertumbuhan penduduk yang cepat; Komposisi umur penduduk – tua  muda; Tingginya angka urbanisasi; Sarana kesehatan lingkungan yang tidak memadai ...
S010447343.ppt - Books rekayasa lingkungan s0104

KONSEP PROMOSI KESEHATAN

Kebijakan Berwawasan Kesehatan; Lingkungan yang Mendukung; Reorientasi Pelayanan Kesehatan; Keterampilan Individu; Gerakan Masyarakat. Bahan Kuliah P 400 ...
04KonsepPromkes.ppt - Books konsep promosi kesehatan

PowerPoint Presentation

Menurunnya Kualitas Kesehatan (Ps 12 ICESCR); Hilangnya Lingkungan Hidup yang sehat dan baik ( 28 H UUD); Hilangnya Kesempatan Pendidikan (Ps 28 C UUD dan ...
Chalid Muhammad_Korporatrokrasi, Eksploitasi Alam dan Pelanggaran HAM.ppt - Books powerpoint presentation

BAHASAN UNDANG-UNDANG LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI SUATU PEMAHAMAN ...

UU Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997 adalah suatu produk pemerintah untuk ... lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain, ...
LINGKUNGAN HIDUP V.ppt - Books bahasan undang lingkungan hidup sebagai suatu pemahaman



»»  READMORE...

Kesehatan Lingkungan Industri, dan Keselamatan Kerja

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI LINGKUNGAN INDUSTRI

Ragil Setiyabudi, S.KM

Kesehatan Lingkungan Sekolah, Kesehatan Lingkungan Masyarakat,  Kesehatan Lingkungan Kerja, Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Kesehatan  Lingkungan Hidup, Kesehatan Lingkungan Pemukiman, Kesehatan Lingkungan  ppt, Kesehatan Lingkungan Industri, Kesehatan Lingkungan Puskesmas


A. Pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja

1. Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.

Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan.

Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :

a. Sasarannya adalah manusia

b. Bersifat medis.

2. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).

Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :

a. Sasarannya adalah lingkungan kerja

b. Bersifat teknik.

Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam ; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.

3. Tujuan K3

Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.

Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :

a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.

b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.

4. Ruang Lingkup K3

Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :

a. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.

b. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :

1) Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian

2) Peralatan dan bahan yang dipergunakan

3) Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.

4) Proses produksi

5) Karakteristik dan sifat pekerjaan

6) Teknologi dan metodologi kerja

c. Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.

d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.

B. Kebijakan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di era global

1. Dalam bidang pengorganisasian

Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen ; departemen Kesehatan dan departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :

a. Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan

b. Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak

c. Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit ;

1) Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.

2) Kasubdit konstruksi bangunan, instalasi listrik dan penangkal petir

3) Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan

d. Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit ;

1) Kasubdit Kesehatan tenaga kerja

2) Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja

3) Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.

Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan, Pengrajin, dll)

2. Dalam bidang regulasi

Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya :

a. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

b. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

c. KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.

d. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.

e. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.

f. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.

g. Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.

3. Dalam bidang pendidikan

Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya :

a. Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret

b. Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair, Undip, dll dan jurusan K3 FKM UI.

c. Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di UGM, UNDIP, UI, Unair.

Pada beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan Keperawatan juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah mata kuliah yang khusus mempelajari K3.

C. Kecelakaan kerja

1. Pengertian

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.

2. Penyebab kecelakaan kerja

Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes).

a. Penyebab Dasar

1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :

a) kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis

b) kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.

c) stress

d) motivasi yang tidak cukup/salah

2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :

a) tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan

b) tidak cukup rekayasa (engineering)

c) tidak cukup pembelian/pengadaan barang

d) tidak cukup perawatan (maintenance)

e) tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan.

f) tidak cukup standard-standard kerja

g) penyalahgunaan

b. Penyebab Langsung

1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :

a) Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat.

b) Bahan, alat-alat/peralatan rusak

c) Terlalu sesak/sempit

d) Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai

e) Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan

f) Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk

g) Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll

h) Bising

i) Paparan radiasi

j) Ventilasi dan penerangan yang kurang

2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :

a) Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.

b) Gagal untuk memberi peringatan.

c) Gagal untuk mengamankan.

d) Bekerja dengan kecepatan yang salah.

e) Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.

f) Memindahkan alat-alat keselamatan.

g) Menggunakan alat yang rusak.

h) Menggunakan alat dengan cara yang salah.

i) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.

3. Data-data tentang Kecelakaan Kerja

Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Catatan PT Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 - 2001) terbukti jumlah kasus kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus pada 1999 bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi 104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus, sehingga rata - rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek. Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476 orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang tenaga kerja mengalami cacat tubuh. (www.gatra.com)

Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada pada PT Jamsostek selama Januari-September 2003 selama di Indonesia telah terjadi 81.169 kasus kecelakaan kerja, sehingga rata-rata setiap hari terjadi lebih dari 451 kasus kecelakaan kerja. Ia mengatakan dari 81.169 kasus kecelakaan kerja, 71 kasus diantaranya cacat total tetap, sehingga rata-rata dalam setiap tiga hari kerja tenaga kerja mengalami cacat total dan tidak dapat bekerja kembali. "Sementara tenaga kerja yang meninggal dunia sebanyak 1.321 orang, sehingga hampir setiap hari kerja terdapat lebih tujuh kasus meninggal dunia karena kecelakaan kerja," ujarnya (www.kompas.co.id)

Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)

D. Ergonomi

1. Pengertian

Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin. Di beberapa negara Ergonomi diistilahkan Arbeitswissenschaft (Jerman), Biotechnology (Skandinavia), Human (factor) Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. (Budiono, Sugeng, 2003)

2. Ruang lingkup ergonomi

Penerapan ergonomi/ruang lingkup ergonomi meliputi (Setyaningsih, Yuliani, 2002) ;

a. Pembebanan kerja fisik

Beban fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40% kemampuan maksimum seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari. Untuk mengukur kemampuan kerja maksimum digunakan pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi sebelum bekerja. Di Indonesia beban fisik untuk mengangkat dan mengangkut yang dilakukan seorang pekerja dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali mengangkat atau mengangkut.

b. Sikap tubuh dalam bekerja

Sikap pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap ergonomik. Sikap yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak mungkin dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis menjadi sekecil-kecilnya. Untuk membantu tercapainya sikap tubuh yang ergonomik sering diperlukan pula tempat duduk dan meja kerja yang kriterianya disesuaikan dengan ukuran anthropometri pekerja.

Ukuran anthropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah :

1) Berdiri

a) Tinggi badan berdiri

b) Tinggi bahu

c) Tinggi siku

d) Tinggi pinggul

e) Depa

f) Panjang lengan

2) Duduk

a) Tinggi duduk

b) Panjang lengan atas

c) Panjang lengan bawah dan tangan

d) Jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung

e) Jarak lekuk lutut sampai dengan telapak

3) Keadaan bekerja sambil berdiri, mempunyai kriteria :

a) Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.

b) Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang digunakan 10-20 cm lebih tinggi dari siku.

c) Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja 10-20 cm lebih rendah dari siku.

c. Mengangkat dan mengangkut

Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan mengangkut adalah beratnya beban, intensitas, jarak yang harus ditempuh, lingkungan kerja, ketrampilan dan peralatan yang digunakan. Untuk efisiensi dan kenyamanan kerja perlu dihindari manusia sebagai “alat utama” untuk mengangkat dan mengangkut.

d. Sistem manusia – mesin

Penyesuaian manusia-mesin sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan dan efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini dimulai sejak tahap awal dengan memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia dan mesin yang digunakan interaksi manusia-mesin memerlukan beberapa hal khusus yang diperhatikan, misalnya :

1) adanya informasi yang komunikatif

2) tombol dan alat pengendali baik

3) perlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai untuk pekerjaannya.

e. Kebutuhan kalori

Konsumsi kalori sangat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan. Semakin berat kegiatan yang dilakukan semakin besar kalori yang diperlukan. Selain itu pekerjaan pria juga membutuhkan kalori yang berbeda dari pekerja wanita. Dalam hal ini perlu diperhatikan juga saat dan frekuensi pemberian kalori pada pekerja.

1) Pekerja Pria

a) Pekerjaan ringan : 2400 kal/hari

b) Pekerjaan sedang ; 2600 kal/hari

c) Pekerjaan berat : 3000 kal/hari

2) Pekerja Wanita

a) Pekerjaan ringan : 2000 kal/hari

b) Pekerjaan sedang ; 2400 kal/hari

c) Pekerjaan berat : 2600 kal/hari

f. Pengorganisasian kerja

Pengorganisasian kerja berhubungan dengan waktu kerja, saat istirahat, pengaturan waktu kerja gilir (shift) dari periode saat bekerja yang disesuaikan dengan irama faal tubuh manusia. Waktu kerja dalam 1 hari antara 6-8 jam. Dengan waktu istirahat ½ jam sesudah 4 jam bekerja. Perlu juga diperhatikan waktu makan dan beribadah. Termasuk juga di dalamnya terciptanya kerjasama antar pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan serta pencegahan pekerjaan yang berulang (repetitive)

g. Lingkungan kerja

Dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja berbagai faktor lingkungan kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh misalnya suhu yang nyaman untuk bekerja adalah 24-26O C.

h. Olahraga dan kesegaran jasmani

Kegiatan olahraga dan pembinaan kesegaran jasmani dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, tes kesehatan sebelum bekerja/tes kesegaran jasmani perlu dilakukan sebagai tahap seleksi karyawan.

i. Musik dan dekorasi

Musik dapat meningkatkan kegairahan dan produktivitas kerja dengan mempertimbangkan jenis, saat, lama dan sifat pekerjaan. Dekorasi dan pengaturan warna dapat memberikan kesan jarak, kejiwaan dan suhu. Misalnya :

a) biru ; jarak jauh dan sejuk

b) hijau ; menyegarkan

c) merah ; dekat, hangat, merangsang

d) orange ; sangat dekat, merangsang.

j. Kelelahan

Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-sebab kelelahan diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang berlebihan, lingkungan kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.

E. Penyakit akibat kerja

1. Pengertian

Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja menyebutkan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.

Beberapa ciri penyakit akibat kerja adalah :

a. Populasi pekerja

b. Penyebab spesifik

c. Pemajanan di tempat kerja sangat menentukan

d. Kompensasi ada

e. Contohnya adalah keracunan Pb, Asbestosis, Silikosis (Budiono, Sugeng. 2003)

2. Jenis Penyakit Akibat Kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER- 01/MEN/1981 mencantumkan 30 jenis penyakit, sedangkan Keputusan Presiden RI No 22/1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja memuat jenis penyakit yang sama, ditambah ; ‘penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.” Jenis penyakit akibat kerja tersebut adalah ;

a. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.

b. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras.

c. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis)

d. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.

e. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik.

f. Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang beracun.

g. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun.

h. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun.

i. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.

j. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.

k. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.

l. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun.

m. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.

n. Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun.

o. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.

p. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun.

q. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.

r. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun.

s. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.

t. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.

u. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso dan nikel.

v. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan

w. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).

x. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.

y. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang mengion.

z. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologik.

å. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk atau residu adri zat tersebut.

ä. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes

ö. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.

aa. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi.

bb. Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.

3. Diagnosis spesifik Penyakit Akibat Kerja

Secara teknis penegakkan diagnosis dilakukan dengan (Budiono, Sugeng, 2003) :

a. Anamnesis/wawancara meliputi : identitas, riwayat kesehatan, riwayat penyakit, keluhan.

b. Riwayat pekerjaan (kunci awal diagnosis)

1) Sejak pertama kali bekerja.

2) Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis bahaya yang ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri, cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran (hobby), kebiasaan lain (merokok, alkohol)

3) Sesuai tingkat pengetahuan, pemahaman pekerjaan.

c. Membandingkan gejala penyakit waktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja.

1) waktu bekerja gejala timbul/lebih berat, waktu tidak bekerja/istirahat gejala berkurang/hilang.

2) Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.

3) Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit di perusahaan.

d. Pemeriksaaan fisik, yang dilakukan dengan catatan

1) gejala dan tanda mungkin tidak spesifik

2) pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinik.

3) dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium khusus/pemeriksaan biomedik.

e. Pemeriksaan laboratorium khusus/pemeriksaan biomedik

1) Misal : pemeriksaan spirometri, foto paru (pneumokoniosis-pembacaan standard ILO)

2) Pemeriksaan audiometri

3) Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah/urine.

f. Pemeriksaan/pengujian lingkungan kerja atau data higiene perusahaan, yang memerlukan :

1) kerjasama dengan tenaga ahli higiene perusahaan

2) kemampuan mengevaluasi faktor fisik/kimia berdasarkan data yang ada.

3) Pengenalan secara langsung cara/sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan.

g. Konsultasi keahlian medis/keahlian lain

1) Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinik, kemudian dicari faktor kausa di tempat kerja, atau melalui pengamatan/penelitian yang relatif lebih lama.

2) Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasehat (kaitan dengan kompensasi)

4. Penerapan konsep five level of prevention deseases pada PAK

Penerapan konsep 5 tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention deseases) pada Penyakit Akibat Kerja adalah (Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang, 1985) :

a. Health Promotion (peningkatan kesehatan)

Misalnya : pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seks, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.

b. Specific Protection ( perlindungan khusus)

Misalnya : imunisasi, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.

c. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosa dini dan pengobatan tepat)

Misalnya : diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera, pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.

d. Disability limitation (membatasi kemungkinan cacat)

Misalnya : memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna, pendidikan kesehatan.

e. Rehabilitasi (pemulihan kesehatan)

Misalnya : rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.

5. Fungsi dan Tugas Perawat dalam K3

Fungsi dan tugas perawat dalam usaha K3 di Industri adalah sebagai berikut (Effendy, Nasrul, 1998) :

a. Fungsi

1) Mengkaji masalah kesehatan

2) Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja

3) Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja

4) Penilaian

b. Tugas

1) Pengawasan terhadap lingkungan pekerja

2) Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan

3) Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja

4) Membantu dalam penilaian keadaan kesehatan pekerja

5) Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai masalah

6) Ikut menyelenggarakan pendidikan K3 terhadap pekerja

7) Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja

8) Pendidikan kesehatan mengenai keluarga berencana terhadap pekerja dan keluarga pekerja.

9) Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja

10) Mengkordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.

Kepustakaan :

Effendy, Nasrul. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat, edisi 2. Jakarta : EGC, 1998.

Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja

Pusat Kesehatan kerja dalam www.depkes.go.id

Rachman, Abdul, et al, 1990. Pedoman Studi Hiperkes pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi, Jakarta : Depkes RI, Pusdiknakes.

Setyaningsih, Yuliani, 2002. Pengantar ergonomi dalam Kumpulan Materi Kuliah Program Matrikulasi. Semarang : FKM UNDIP

Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang, 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo.

Sumakmur, 1988, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta : Haji Masagung.

Sumakmur, 1993. Keselamatan dan pencegahan kecelakaan. Jakarta : Haji Masagung.

www.gatra.com
»»  READMORE...